29 September 2008

Perijinan Ritel Modern Harus Dihentikan

Senin, 29 September 2008 | 05:43 WIB

JAKARTA, SENIN - Pemerintah agar tidak memperpanjang dan memberikan
perijinan baru bagi ritel modern yang semakin agresif mengembangkan
sayapnya hingga ke pelosok bekerjasama dengan perusahaan ritel lokal
sehingga mematikan pedagang tradisional.

"Harus seperti di negara maju. Di Paris misalnya Carrefour hanya ada
satu, jaraknya 60 mil dari Paris, tapi di sini dibiarkan untuk menghajar
pasar tradisional," kata Ketua Umum Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin)
Adi Sasono ketika diminta tanggapannya mengenai semakin agresifnya
pembangunan ritel modern hingga ke pelosok mendekati pasar-pasar
tradisional di Jakarta, Minggu (28/9).

Keberadaan ritel bermerek asing tersebut dinilai Dekopin sebagai sebuah
ancaman bagi keberadaan kios atau pedagang ritel kecil tradisional. "Itu
bukan persaingan tapi pembantaian ekonomi rakyat oleh bangsa sendiri,
oleh pemerintah sendiri. Itu harus dihentikan. Ini harus dihentikan
tidak boleh dibiarkan terus," kata Adi.

Menurut dia, satu ritel modern bisa membunuh 20 ritel setempat. Bahkan
para pemasok lokal juga ikut terkena dampaknya. "Jadi ekonomi lokal akan
merosot kalau kita biarkan asing menguasai ritel kita sampai ke
polosok," katanya.

Dekopin, lanjutnya, berusaha untuk menyadarkan masalah ini bekerjasama
dengan Asosiasi Pedagang Pasar dan pemda-pemda.

Sementara itu Dewan Pimpinan Wilayah Asosiasi Pedagang Pasar Indonesia
(APPSI) DKI Hasan Basri mengatakan, pihaknya akan terus melakukan
berbagai bentuk perlawanan seperti gugatan hukum, dan aksi massa. "Kami
sudah minta ke gubernur DKI untuk menghentikan perijinan ritel modern,"
katanya.

Keberadaan ritel modern, lanjutnya, untuk wilayah DKI sudah diatur
melalui Perda Nomor 2 Tahun 2002. Dalam Perda tesebut antara lain
disebutkan jarak antara pasar modern dengan tradisional sekitar 2,5 km.
Begitu juga dengan mini market atau supermarket jaraknya antara 100
sampai 300 meter.

Namun faktanya, menurut dia, begitu banyak ritel modern dari skala besar
seperti hipermarket, supermarket hingga minimarket yang bebas tumbuh.
"Kita mengharapkan pemerintah memiliki ketegasan menjalankan kebijakan
tersebut," katanya.

Mengenai Perpres 112 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional,
Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern, Hasan Basri mengatakan, APPSI sedang
melakukan yudicial review terutama pasal yang menyebutkan ritel
tradisional dan modern disamakan posisinya secara hukum. "Padahal secara
jelas, kami ini para pedagang pasar tradisional adalah pemilik ulayat di
pasar tradisional, dan mereka ritel modern asing adalah pendatang. Ini
sudah sangat mengkhawatirkan," katanya.

Dalam beberapa tahun terakhir ini, katanya, sekitar 15 ribu kios di
pasar tradisional tutup akibat tidak mampu bertahan dan semakin turunnya
tingkat hunian pasar.

EDJ