16 October 2008

Asosiasi Perkirakan Target Omzet Ritel 2008 Tercapai

16/10/08 14:09

Jakarta (ANTARA News) - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) memprediksi target pertumbuhan omzet bisnis ritel dalam negeri tahun ini sebesar 15 hingga 20 persen dapat dicapai.

Menurut Ketua Ketua Harian Aprindo Tutum Rahanta, optimisme pencapaian target itu didasari indikasi masih adanya pembukaan toko baru dan naiknya harga barang yang menunjukkan bahwa sektor riil tumbuh.

Dihubungi di Jakarta Kamis, Tutum mengatakan, pendapatan selama bulan puasa dan menjelang Idul Fitri (Lebaran) kemarin memang tidak sebaik tahun-tahun sebelumnya, namun ini lebih karena berubahnya pola belanja masyarakat.

"Lebaran kali ini tidak sebaik Lebaran lalu, tetapi bukan patokan juga, tren konsumsinya sudah mulai berubah. Orang tidak lagi banyak berbelanja pada Lebaran saja, tapi jauh sebelum Lebaran. Pola belanjanya merata pada setiap bulan," kata dia.

Terkait krisis keuangan dunia baru-baru ini, Aprindo meminta pemerintah mengantisipasi agar sektor riil tidak terpengaruh sehingga tidak terjadi peningkatan jumlah pengangguran dan melemahnya daya beli masyarakat.

Tutum yang mengatakan bisnis riil belum terpengaruh krisis itu mengatakan, Aprindo telah menargetkan pencapaian omzet Rp58,5 triliun, naik 17 persen dari tahun sebelumnya yang Rp50 triliun.

TV, Kamera dan Mesin Cuci Bebas Pajak Barang Mewah

Sat, 11 Oct 2008 10:29:00 WIB

Jakarta - Pemerintah menetapkan pembebasan pajak penjualan barang mewah (PPn BM) terhadap 3 produk elektronik yaitu Kamera Fotografi, TV dan Mesin cuci. Insentif ini diharapkan bisa meningkatkan daya saing produk industri dalam negeri ditengah membanjirnya produk impor.

Pembebasan PPn BM diberikan kepada TV sampai dengan ukuran 29 inchi (sebelumnya 21), mesin cuci dengan kapasitas 6 hingga 10 kilogram dan kamera fotografi dengan harga jual atau nilai impor diatas Rp 2 juta (sebelumnya Rp 500 ribu).

"Untuk mesin cuci keperluan rumah tangga diatas 10 kg dikenakan PPn BM 10% karena harganya masih belum terjangkau oleh masyarakat golongan menengah," kata Kabiro Humas Departemen Keuangan, Samsuar Said di kantornya, Lapangan Banteng, Jakarta, Jumat Malam (10/10/2008).

Aturan ini tertuang dalam Permenkeu No 137/PMK.011/2008 tertanggal 7 Oktober 2008 mengenai perubahan kedua terhadap Permenkeu Nomor 620/PMK.03/2004 tentang jenis barang yang kena pajak yang tergolong barang mewah.

"Insentif diberikan dengan memperhatikan kondisi perekonomian saat ini, terhadap barang kena pajak kebutuhan masyarakat banyak berupa televisi, mesin cuci dan kamera," jelasnya.(hen/dro)

10 October 2008

Kehadiran Lotte berpotensi gencet supermarket

Economy Thu, 09 Oct 2008 08:18:00 WIB

Jakarta - Nielsen Indonesia memperkirakan pertumbuhan supermarket akan
makin tergencet dengan kehadiran raksasa hipermarket asal Korea Selatan
Lotte Group di Indonesia.

Yongky Surya Susilo, Direktur Riteler dan Pengembangan Bisnis Nielsen
Indonesia, mengatakan saat ini supermarket terus berkurang kontribusinya
terhadap total omzet ritel kebutuhan sehari-hari di dalam negeri.

"Tren kontribusi supermarket berkurang 0,5% per tahun dalam 10 tahun
terakhir ini terhadap total omzet kebutuhan sehari-hari secara nasional.
Dengan adanya Lotte, konsep supermarket akan makin terimpit," kata
Yongky kepada Bisnis, kemarin.

Saat ini ada tiga merek hipermarket yang beroperasi di Indonesia yaitu
Hypermart (39 toko), Carrefour (41 toko ditambah 29 gerai setelah
mengakuisisi Alfa), dan Giant (22 toko).

Menurut dia, peritel supermarket berjaringan harus cepat belajar
strategi bisnis, agar bisnisnya mampu bersaing. Saat ini tiga
supermarket dalam negeri yang memiliki banyak adalah Yogya, Ramayana,
dan Matahari.

Dengan masuknya toko skala besar seperti hipermarket membuat konsep
supermarket menjadi kuno. Meskipun penampilannya sama-sama sebagai gerai
yang menjual berbagai kebutuhan sehari-hari, manajemen hipermarket dan
supermarket sangat berbeda.

Pertama, hipermarket berbeda dalam manajemen logistik karena menyediakan
jumlah barang sampai lima kali lipat lebih banyak dari supermarket.
Hipermarket menjual 30.000-50.000 jenis barang, sedangkan supermarket
12.000 jenis produk.

Kedua, program pemasaran juga agresif, karena peritel harus mampu
menyedot ribuan pengunjung datang ke satu toko per harinya, sementara
target di supermarket cuma untuk kunjungan ratusan konsumen.

Ketiga, peritelnya harus mampu melakukan ekspansi gerai secara cepat
untuk mencapai skala ekonomi. Dengan begitu modal peritel harus kuat
untuk bisa bersaing di format hipermarket.

"Karena berbeda, hipermarket lokal sekali pun harus merekrut ekspatriat
untuk menjalankan manajemennya" kata Yongky.

Meski begitu, Yongky optimistis peritel lokal yang memiliki jaringan
supermaket bisa belajar teknik menjalankan hipermarket , seperti halnya
Matahari yang memiliki 39 Hypermart.

Memang ada yang kalah bersaing. Pemain lokal PT Alfa Retailindo Tbk yang
semula fokus menjalankan supermarket Alfa kemudian melebarkan sayap
hipermarket Alfa Gudang Rabat, tetapi akhirnya menutup toko skala
besarnya dan menjual 75% sahamnya ke PT Carrefour Indonesia.

"Ada juga peritel yang karena memiliki lahan besar di wilayah
Tasikmalaya membuat hipermarket, tapi belum jalan," kata Yongky.

Menyempit

Dalam kesempatan terpisah Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja
Indonesia (APPBI) A. Stefanus Ridwan S mengungkapkan saat ini ada tren
peritel supermarket, yang membuka gerainya di pusat belanja, mengecilkan
luas tokonya.

Stefanus mengatakan yang saat ini masih mampu untuk menyewa lahan
belanja cukup besar, hanya untuk supermarket berkonsep baru misalnya
dengan melengkapinya dengan restoran.

"Peritel supermarket yang semula menyewa lahan 3.000 m2 di dalam mal,
sekarang ini hanya minta disediakan toko dengan luas 2.000 m2," kata
Stefanus. (linda.silitonga@bisnis.co.id)

Oleh Linda T. Silitonga
Bisnis Indonesia

Sumber: Bisnis Indonesia

Lotte Mart buys out PT Makro Indonesia

October 08, 2008

Lotte will be the first local company to set foot in the Southeast Asian
retail market.

Leading department store chain Lotte Shopping Co. announced yesterday
that it will buy a 75 percent stake in discount store chain PT Makro
Indonesia for 294 billion won ($223 million).

Lotte's affiliate in Singapore, Lotte Shopping Holdings Pte, is set to
buy the remaining 25 percent stake. PT Makro Indonesia will be wholly
owned by Lotte at 385.9 billion won and all stores will be renamed Lotte
Mart.

PT Makro Indonesia, which operates 19 stores in the country, is owned by
Dutch wholesaler SHV Holdings. SHV in July said that it would sell its
stake in PT Makro Indonesia to expand their business in Thailand and
hired HSBC Holdings to find a buyer for the discount chain.

PT Makro Indonesia launched in 1991 and last year saw 478.3 billion won
in sales. This year, the company expects sales to increase by 22
percent.

"The discount store market in Korea is going to be saturated in the near
future," said Nho Byung-yong, head of Lotte Mart. "This acquisition
signals the company's participation in the rapidly developing retail
sector in Asia."

With this purchase, Lotte Mart now has 27 branches overseas, including
eight in China bought last December from Makro China, as well as 58
branches in Korea. The company also plans to open a Lotte Mart store in
Vietnam later in the year.

Shinsegae-owned discounter E-Mart is neck-and-neck with Lotte with 16
branches in China and 117 branches in Korea.

At present, although discounters including France-based Carrefour,
Makro, Hong Kong-based Dairy Farm and Indonesian discount chain Matahari
are in Indonesia, their market share in the whole retail sector is only
8 percent.

"Indonesia's retail sector is fourth globally in population with high
economic growth in the 6 percent region. The country's retail industry
is growing around 10 percent annually, and its discount store sector is
growing 30 percent every year," stated Lotte Shopping.

By Cho Jae-eun Staff Reporter Joong Ang Daily [jainnie@joongang.co.kr]

07 October 2008

Imbas Krisis Finansial Global

JAKARTA - Pendapatan industri ritel domestik diproyeksi bakal mengalami
penurunan menyusul dampak krisis finansial di Amerika Serikat (AS)
terhadap perekonomian dalam negeri.

Ketua Harian Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Tutum Rahanta
mengatakan, penurunan pendapatan tersebut akan terjadi bila dampak
krisis finansial AS menggerus pendapatan konsumen domestik.

"Daya beli masyarakat akan terpengaruh dengan krisis finansial di AS.
Bila hal itu terjadi otomatis pendapatan ritel akan menurun secara
signifikan dibandingkan tahun 2007 lalu," ujarnya, di Jakarta, Selasa
(7/10/2008).

Tutum mengungkapkan, saat ini banyak kontrak pembelian ritel yang sudah
direvisi menyusul krisis finansial di AS. Terlebih, lanjutnya, sektor
ritel dalam negeri masih bergantung kepada perbankan. "Perbankan masih
menjadi andalan pembiayaan ritel," kata dia.

Sebetulnya, kata Tutum, tren penurunan pendapatan sektor ritel sudah
terasa menjelang Lebaran lalu. Penjualan barang-barang elektronik
misalnya, tidak terpengaruh oleh momen hari raya. "Hanya penjualan
pakaian dan makanan selama Lebaran mengalami peningkatan yang
signifikan," katanya. (Eko Budiono /Sindo/ade)