10 October 2008

Kehadiran Lotte berpotensi gencet supermarket

Economy Thu, 09 Oct 2008 08:18:00 WIB

Jakarta - Nielsen Indonesia memperkirakan pertumbuhan supermarket akan
makin tergencet dengan kehadiran raksasa hipermarket asal Korea Selatan
Lotte Group di Indonesia.

Yongky Surya Susilo, Direktur Riteler dan Pengembangan Bisnis Nielsen
Indonesia, mengatakan saat ini supermarket terus berkurang kontribusinya
terhadap total omzet ritel kebutuhan sehari-hari di dalam negeri.

"Tren kontribusi supermarket berkurang 0,5% per tahun dalam 10 tahun
terakhir ini terhadap total omzet kebutuhan sehari-hari secara nasional.
Dengan adanya Lotte, konsep supermarket akan makin terimpit," kata
Yongky kepada Bisnis, kemarin.

Saat ini ada tiga merek hipermarket yang beroperasi di Indonesia yaitu
Hypermart (39 toko), Carrefour (41 toko ditambah 29 gerai setelah
mengakuisisi Alfa), dan Giant (22 toko).

Menurut dia, peritel supermarket berjaringan harus cepat belajar
strategi bisnis, agar bisnisnya mampu bersaing. Saat ini tiga
supermarket dalam negeri yang memiliki banyak adalah Yogya, Ramayana,
dan Matahari.

Dengan masuknya toko skala besar seperti hipermarket membuat konsep
supermarket menjadi kuno. Meskipun penampilannya sama-sama sebagai gerai
yang menjual berbagai kebutuhan sehari-hari, manajemen hipermarket dan
supermarket sangat berbeda.

Pertama, hipermarket berbeda dalam manajemen logistik karena menyediakan
jumlah barang sampai lima kali lipat lebih banyak dari supermarket.
Hipermarket menjual 30.000-50.000 jenis barang, sedangkan supermarket
12.000 jenis produk.

Kedua, program pemasaran juga agresif, karena peritel harus mampu
menyedot ribuan pengunjung datang ke satu toko per harinya, sementara
target di supermarket cuma untuk kunjungan ratusan konsumen.

Ketiga, peritelnya harus mampu melakukan ekspansi gerai secara cepat
untuk mencapai skala ekonomi. Dengan begitu modal peritel harus kuat
untuk bisa bersaing di format hipermarket.

"Karena berbeda, hipermarket lokal sekali pun harus merekrut ekspatriat
untuk menjalankan manajemennya" kata Yongky.

Meski begitu, Yongky optimistis peritel lokal yang memiliki jaringan
supermaket bisa belajar teknik menjalankan hipermarket , seperti halnya
Matahari yang memiliki 39 Hypermart.

Memang ada yang kalah bersaing. Pemain lokal PT Alfa Retailindo Tbk yang
semula fokus menjalankan supermarket Alfa kemudian melebarkan sayap
hipermarket Alfa Gudang Rabat, tetapi akhirnya menutup toko skala
besarnya dan menjual 75% sahamnya ke PT Carrefour Indonesia.

"Ada juga peritel yang karena memiliki lahan besar di wilayah
Tasikmalaya membuat hipermarket, tapi belum jalan," kata Yongky.

Menyempit

Dalam kesempatan terpisah Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja
Indonesia (APPBI) A. Stefanus Ridwan S mengungkapkan saat ini ada tren
peritel supermarket, yang membuka gerainya di pusat belanja, mengecilkan
luas tokonya.

Stefanus mengatakan yang saat ini masih mampu untuk menyewa lahan
belanja cukup besar, hanya untuk supermarket berkonsep baru misalnya
dengan melengkapinya dengan restoran.

"Peritel supermarket yang semula menyewa lahan 3.000 m2 di dalam mal,
sekarang ini hanya minta disediakan toko dengan luas 2.000 m2," kata
Stefanus. (linda.silitonga@bisnis.co.id)

Oleh Linda T. Silitonga
Bisnis Indonesia

Sumber: Bisnis Indonesia