27 September 2007

Hipermarket kompak jadi strategi ekspansi

Hipermarket kompak jadi strategi ekspansi

Strategi baru tampaknya mulai dilancarkan peritel hipermarket. Setelah jor-joran membuka gerai di lahan sewa mal hingga ada yang lebih dari 10.000 m2 kini mereka malah gencar meluncurkan toko dengan luas lahan lebih kecil.

Format hipermarket dengan lahan lebih kecil tersebut dikenal� dengan istilah hipermarket� kompak (compact hypermarket). Luas tokonya ada yang kurang dari 5.000 m2, meski tetap menjual barang lebih dari 30.000 jenis, seperti hipermarket di lahan superbesar.

"Sekarang ini makin susah mendapatkan mal yang bisa menyediakan lahan seluas 11.500 m2," ujar Emi Nuel, Vice President Head of Store Operation Hypermart.

Kesulitan mendapatkan lahan mal yang superbesar menjadi pemicu Matahari untuk membuka gerai Hypermart ke-31 di Mega Glodok Kemayoran (MGK) dengan areal belanja seluas hanya 4.500 m2.

Di MGK, Hypermart memang mendapat areal lahan 7.200 m2, tapi 2.700 m2 dipakai untuk gudang.� Meski demikian Hypermart ini mampu memajang 30.000 jenis barang.

Daya tampung barang yang tak kalah dengan toko hipermarket seluas lebih dari 8.000 m2, membuat pengelola Hypermart tetap optimistis mampu menarik konsumen yang banyak.

Selama ini masyarakat� menyukai hipermarket karena berkonsep satu toko semua barang ada, mulai produk segar, barang kebutuhan sehari-hari, furnitur, peralatan kantor, peralatan sekolah, peralatan mobil, hingga urusan hobi.

"Hipermarket yang tak terlalu besar akan membuat waktu belanja lebih efisien, dan konsumen tidak capek. Meski hipermarket kami ada yang lebih kecil, tapi tetap nyaman, lorongnya bisa dilalui dua troli tanpa bertabrakan," kata Emi.

Strategi Giant


PT Hero Supermarket Tbk tampaknya juga memiliki strategi baru untuk Giant, merek hipermarket yang namanya makin meroket sejak keberadaannya di negeri jiran Malaysia.

Hero memboyong Giant ke Indonesia dengan toko yang lebih kecil dari sebelumnya. Tapi Hero menyatakan toko yang lebih kecil itu sebagai supermarket.

Giant dengan luasan toko lebih kecil dibangun setelah Hero menghadirkan toko hipermarket� di Villa Melati Mas Serpong, Maspion Surabaya, Cimanggis, Mega Bekasi, Hyperpoint Bandung, Plaza Semanggi, Pondok Gede, Ciledug Kreo Tangerang, Bandung Supermal, Pondok Thandra Surabaya, Points Square Lebak Bulus, Sun City Sidoarjo, Depok, Lindeteves, Serpong Town Square, Botani Square Bogor, Kalibata.

Sementara itu, Giant yang diklaim sebagai supermarket ada di Giant Ciputat, Giant Tambun, Giant Cinere, Giant Pondok Kopi, Giant Bogor Internusa, Giant Citra Garden, Giant Wiyung Surabaya, Giant Flamboyan Bandung, dan Giant Karawang.

Lalu bagaimana dengan regulasi yang hampir jadi? Berdasarkan draf� Perpres Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern, hipermarket harus ada di lahan belanja lebih besar dari 5.000 m2.

Ketentuan minimal lahan tersebut lebih luas ketimbang yang di Perda DKI Jakarta No. 2/2002 tentang Perpasaran Swasta. Pada peraturan itu, yang masuk dalam format hipermarket adalah toko dengan luas lahan belanja di atas 4.000 m2.

Sejak kehadirannya di Indonesia pada 1998, peritel saling bersaing menghadirkan lahan belanja yang seluas-luasnya, sehingga pilihan bagi keluarga berekreasi di toko hipermarket pun menjadi tidak asing lagi.

Tapi tampaknya masa memberikan lahan belanja yang terus meningkat luasannya perlu dipertimbangkan lagi, seiring dengan makin langkanya pusat belanja besar. Memang masalah� pusat belanja mampu menyediakan lahan belanja luas menjadi kendala utama.

Ibarat pepatah tidak ada rotan akar pun jadi, sepertinya menjadi landasan cara peritel modern untuk meneruskan ekspansi gerai hipermarketnya.

Lagipula dengan luasan lahan belanja yang lebih kecil, bisa dipastikan peritel akan lebih mudah melakukan ekspansi untuk menghadirkan hipermarketnya di berbagai pelosok kota. (linda.silitonga@ bisnis.co.id)

Oleh Linda T. Silitonga
Wartawan Bisnis Indonesia